Minggu, 22 Februari 2015

RAFTING PERTAMAKU


Malam itu, ketika aku duduk di teras rumah untuk menikmati dinginya malam , sekitar pukul 18.30 papa pulang kerja dari Surabaya. Aku segera membukakan pintu ,agar papa bisa masuk ke dalam rumah. Tiba – tiba aku di panggil,olehnya “Manda, besok papa mau rekreasi sekantor Malang dan Surabaya ke Probolinggo. Kamu mau ikut apa nggak? Aslinya anak – anak itu nggak boleh ikut. Tapi kan besok katanya kamu libur. Kelas 9 ada UAN.” Aku berpikir sejenak lalu kemudian aku menjawab pertanyaan papa. “ Iya sih pa, besok aku libur, tapi boleh tah aku ikut? kata papa kan anak – anak nggak boleh ikut”. “ ya nggak usah bilang. Pokoknya langsung ikut saja”. Tanpa banyak berfikir aku langsung meng-iya kan ajakan papa. Besok, kami harus berangkat dari rumah pada pukul 04.30. Karena, bis akan berangkat sekitar pukul 05.00. Aku sudah nggak sabar untuk menanti hari esok. Malam semakin larut, sekarang saatnya untuk tidur malam. Semoga besok adalah hari yang sangat mengasyikkan untuk di ingat.
Besoknya, hari Rabu tanggal 25 April 2011,pagi – pagi sekali  pukul 04.00, aku sudah di bangunkan oleh papa. Aku segera mandi dan sholat subuh. Mengharap kepada Allah agar perjalanan lancar dan tidak ada hambatan. Tidak lupa aku membawa baju ganti, kamera xlr dan barang lainya. Karena cuaca sangat dingin, maka aku harus memakai jaket. Setelah berpamitan kepada mama, kamipun berangkat menaiki sepeda motor menuju ke kantor papa yang berada di daerah Kebonsari. Beberapa menit kemudian, aku telah sampai di depan kantor. Dari depan sudah kelihatan sebuah bus besar yang bernama bus Zena. Teman – teman papa sudah banyak yang datang. Tapi ada beberapa juga yang menunggu di jalan. Sebelum berangkat, Pak ketua mengabsen satu – persatu anggotanya barang kali ada yang tertinggal. Setelah dirasa cukup, bus segera meninggalkan lokasi menuju Probolinggo.
Di perjalanan, mentari pagi sudah tampak menghiasi perjalananku kali ini. Serasa ramai di dalam bus karena beberapa orang yang berkaraoke dan diiringi oleh musik dangdut. Tidak lupa, salah 1 panitia membagikan kaus bewarna orange yang berlogo Kantor Kehutanan BPDAS BRANTAS dan sebuah topi bewarna hitam kepada setiap orang.  Saat tiba di Kota Pasuruan tepatnya di daerah Nguling, kami berhenti sejenak di salah satu pom bensin untuk menunggu bus satunya yang dari Surabaya. Katanya sih biar nggak salah jalan.Kulirik jam tanganku masih menunjukan pukul 08.30 pagi. Sambil menunggu kedatangan bus satunya, kami minum the dan sekedar makan roti untuk mengisi perut yang kosong. Tidak lupa, juga untuk berfoto – fotoan bersama untuk kenang – kenangan. Setelah menunggu 1 jam lamanya, akhirnya bus dari Surabaya telah sampai di lokasi kami berhenti. Mereka membagikan 1 nasi kotak kepada setiap orang untuk sarapan pagi. Tak lama, kamipun langsung melanjutkan perjalanan. “ Sebentar lagi itu sampai tah pa?”. Tanyaku kepada papa karena kurasa perjalan ini sangat lama. “ Ini masih separo perjalan lagi” kata papa. Karena makananku belum habis dan aku masih terasa lapar, kuteruskan sarapanku di dalam bus sampai makananku tidak tersisa sedikitpun. Sekitar pukul 10.00, kami sudah sampai di Kota Probolinggo. Tapi, untuk menuju ke lokasi Songa Adventure, kami harus berjalan lagi kearah timur. Dari kecamatan Gending berjalan kearah selatan menuju ke Kecamatan Tiris yang berjarak 15 km. Jalanya sangat kecil. Hanya cukup berjalan untuk 1 mobil saja. Dan jalanya sedikit rusak. Jadi bus tidak dapat berjalan dengan cepat.
Dari kejauhan, sudah tampak bagian depan dari Base Camp Songa Atas. Bus segera parkir di halaman depan. Sementara itu, kami semua berkumpul untuk absen dan mendengarkan informasi dari salah 1 pemandu perjalan.Sungai yang akan kami jelajahi bernama Sungai Pekalen. Sungai ini berada di Desa Persawahan Kecamatan Tiris. Panjang sungai yang akan kami jelajahi sekitar 12 km. Dan ditempuh dengan waktu kira – kira 2 jam. “Rasanya sempet deg – degan juga. Tapi, aku sudah jalan sejauh ini. Dan aku tidak mau mundur di tengan jalan begitu saja. Harus di coba. Siapa tahu pengalaman ini menjadi pengalaman terbaik yang pernah aku rasakan.” Aku berkata di dalam hati sambil berdoa semoga tidak terjadi sesuatu di perjalanan nanti. “Tidak ada yang perlu ditakutkan. Tidak akan terjadi apa – apa jika mendengarkan perintah pemandu perjalanan yang berada di setiap perahu. Tapi, nanti anda pasti akan terkenasatu penyakit. Dijamin 100%” terang dari salah satu panitia. Orang – orang yang mendengarnya jadi semakin penasaran. Termasuk juga aku. Yang ingin segera mengetahui apa maksud dari pak penitia tersebut. “ Anda semua mau tahu,apa maksud penyakit yang saya bicarakan??” komentar pak panitia. “ Mau!” Semua orang serentak menjawab. “Ya, penyakit itu adalah KETAGIHAN. Dijamin, setelah anda merasakanya, pasti anda akan terkena penyakit yang namanya ketagihan” terang pak panitia panjang lebar. Orang – orang yang lain hanya diam tak berkata. Apakah yang dikatakan oleh pak ketua itu benar apa tidak. Mendengar kata itu, rasa takut dan deg – degan yang tadi aku rasakan, sekarang serasa hilang dan lega. Rasa penasaranku bertambah besar. Dan aku ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh pak panitia tadi itu benar atau tambah sebaliknya. Ditengah – tengah perjalanan nanti, tepanya di km ke 6, kami akan berhenti di sebuah pos peristirahatan pertama untuk sekedar minum teh jahe dan gorengan agar tidak terlalu kedinginan. Informasi yang telah diberikan adalah bagaimana cara memegang dayung yang benar, cara mendayung yang efektif, cara berenang jika terlempar dari perahu / saat perahu terbalik dan lain - lain. Terdapat istilah yang aneh di dengar, yaitu BUM. Artinya, kita harus masuk dan duduk di bawah bagian perahu. Pemandu akan memerintahkan kita BUM karena sesuatu. Misalnya jalan yang terlalu ekstrim, atau akan melalui jalan yang menurun dengan tajam. “Marilah, sebelum berangkat, kita menundukan kepala sejenak untuk berdoa, agar perjalanan kali ini lancar. Berdoa, mulai” terdengar suara dari salah satu panitia.  Kali ini aka nada 16 perahu yang akan melakukan perjalan rafting. Petugas juga membacakan nama 1 per 1 pemandu perjalanan yang akan menemani kami rafting. Di perahuku, nama pemandu yang akan menemani kami bernama Pak Tono. Orangnya gemuk juga. Tapi yang pasti, beliau sudah pengalaman untuk memandu perjalanan..
Setiap perahu berisi maksimal 6 orang. 5 diantaranya penumpang dan 1 lagi adalah pemandu perjalanan. Setiap perahu pasti terdapat 1 pemandu perjalanan yang bertugas untuk memberi aba – aba kepada penumpang agar tidak terjadi kecelakaan saat melakukan rafting. Sebelum berangkat, banyak orang yang berganti pakaian bebas. Agar saat selesai fafting, pakaian seragam yang tadi dibagikan di dalam bus, dapat digunakan lagi sebagai lambing kebersamaan dan kekompakan. Aku mengganti baju lwngan panjangku dengan menggunakan kaus pendek bewarna kuning yang bertuliskan salah 1 klub sepak bola di Inggris yang bernama Chelsea. Dan memakai celana pendek kotak – kotak bewarna putih. Agar sepetuku tidak basah, yang tadinya aku menggunakan sepatu, sekarang aku harus mengganti sepatuku dengan memakai sandal.
Sebelum berangkat, kami di wajibkan memakai pelampung badan dan helm. Tidak ketinggalan dengan membawa dayung untuk mengarahkan perahu. “Silahkan kalian mencari anggota maksimal 5 orang dan langsung membentuk barisan”. Terdengar perintah dari sang pemandu. Tanpa banyak memilih, orang – orang yang lain segera membentuk barisan dengan anggota maksimal 5. Aku berbaris bersama ketiga teman papa. Yaitu Pak Agus, Pak Yoyok dan Bu Ratna. Pak Agus itu sahabat papa dari dahulu hingga sekarang. Pak Agus bertempat tinggal di Surabaya. Ia juga membuka usaha berjualan mebel di rumahnya. Kalau pak Yoyok itu rumahnya di Malang juga. Tepatnya di daerah Bandulan. Beliau bisa dikatakan sebagai orang yang paling gemuk di antara kami. Yang satu lagi itu ada Bu Ratna. Beliau teman sekantor papa yang berada di Surabaya.
Kulirik jam tanganku sudah menujukan pukul 10.00. Dan perjalanan menuju sungai harus ditempuh dengan menggunakan mobil bak terbuka / pick up yang berjarak sekitar 3 km dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 1 km. 1 mobil pick up berisi kira – kira 10 orang / 2 regu rafting. Aku berada di mobil pick up barisan ke 3. Dengan keadaan berdiri, mobil siap membawa kami pergi ke tempat rafting akan dilaksanakan. Semua mobil sudah terisi penuh. Siap berangkat menuju ke sungai untuk menikmati arum jeram. Jalan yang kulalui kali ini terlihat sangat rusak dan memprihatinkan. Jalanya sangat kecil. Ini karena tempatnya juga yang berada di salah satu desa terpencil yang sangat kecil dan penduduknya pun jarang. Ditepi jalan terdapat banyak tanaman buah seperti durian, alpokat, nangka, rambutan dan masih banyak lagi. Jika ada mobil yang berada di arah berlawanan, salah satu mobil harus mengalah dengan minggir dari jalan kearah rumput – rumput agar tidak bertabrakan. Karena disini berada di daerah pegunungan dan bukit – bukit, maka jalan yang kami lewati bervariasi. Naik dan turun gunung. Sampai – sampai perutku terasa geli. Ada juga yang hampir jatuh karena tidak pegangan.
Sekitar 20 menit, mobil berhenti di sebuah lapangan. Aku kira mau ada kegiatan tambahan, eh ternyata kami harus berjalan kaki lagi menuju ke sungai sejauh 1 km. Jalanya berbatu dan licin. Karena sandal yang sedang aku pakai licin, aku sempat terjatuh karena terpelesat oleh batu yang licin. “ Kamu nggak papa?” Tanya seseorang perempuan teman papa kepadaku. “Nggak apa – apa kok tante” jawabku sambil tersenyum kearahnya. Untung saja kakiku tidak kenapa – kenapa. Pemandangan disini sangat bagus sekali ingin rasanya aku berfoto – foto disini. Tapi saying, kameraku tidak kubawa karena nanti takut terkena air yang menyebabkan kameraku rusak. Tanaman dan berbagai pohon menghiasi perjalananku kali ini. Walau sudah terasa sangat letih berjalan, tapi aku tetap semangat karena sudah tidak sabar menanti perjalanan ini. Terdengar gemerojok air dari tempat aku berjalan. Aku mengira bahwa itu adalah sungai yang akan aku jelajahi. Setelah kulihat, ternyata kami menyebrangi jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yangtidak terlalu besar. Airnya pun sangat jernih. Terlihat ada beberapa orang mandi di sungai sambil mencuci baju. Ada juga yang sekedar mencari ikan di sungai. Melihat sungai ini, aku berfikir “ apakah ini sungai yang akan kami pakai untuk rafting?” kataku dalam hati karena sudah tak sabar lagi. Eh ternyata bukan. Ini bukan Sungai Pekalen yang tadi dikatakan pak panitia. Sungai Pekalen berada di balik sungai kecil tersebut. Perjalanan yang panjang dan cuaca yang panas membuat aku berkeringat. Melihat sungai tadi, aku jadi ingin untuk cepat – cepat main air dan berenang.
Terdengar suara gemerojok air. Aku segera menghampirinya sambil berlari. Setelah kulihat, disana sudah banyak terdapat perahu karet dan sejumlah orang yang sudah sampai disana dahulu. Aku jadi bersemangat. Banyak orang yang sedang melakukan aktifitas. Ada yang sedang memompa perahu, main air, dan ada juga yang sudah naik ke perahu karena sudah tak sabar. “Silahkan anda mencari nama pemandu yang sudah kami bacakan tadi dan segera menaiki perahu” ucap salah satu panitia. Tanpa benyak kegiatan, Pak Agus langsung mencari pemandu perjalanan di sebuah perahu yang bernama Pak Tono. Di sebrang sungai terlihat pemandu perjalanan sedang membersihkan perahu. Dan sepertinya itu Pak Tono. Pak Agus lalu memanggil beliau. “Pak Tono, kula ten mriki” teriak Pak Agus. “Oh nggih pak, sekedap” timpal pak Tono seraya member tanda setuju. Ketika aku berada di pinggir sungai, dengan keadaan berdiri, aku terpeleset dan akhirnya tercebur ke dalam sungai. Untung saja sungainya dangkal. Airnya dingin sekali. Serasa menusuk tulangku. Lalu aku berjalan kearah perahu Pak Tono dan segera menaikinya. “Silahkan anda menaiki perahu masing – masing. Jangan lupa, dengarkan perintah pendamping perjalanan. Kita akan bertemu di pos pertama. Silahkan berangkat” Terdengar suara panitia yang member aba – aba kepada kami. Papa, Pak Yoyok, Pak Agus dan Bu Ratna segera menyusulku untuk menaiki perahu. Papaku duduk di depan sendiri. Dibarisan kedua, ada aku yang duduk di sebelah kiri dan Pak Agus di sebelah kanan. Di belakangku, ada Pak yoyok yang duduk di sebelah kiri dan Buratna di sebelah kanan. Tidak lupa, Pak Tono selaku pendamping perjalanan yang duduk di belakang sendiri. “ Pak Tono, kalau hari libur itu, pengunjungnya banyak atau sedikit” Tanya Pak Agus kepada PakTono. “Liburang nggih rame pak” jawab pak Tono. “ Sudah berapa lama pak, kerja di sini?” Tanya Pak Agus lagi. “Kula ten mriki sampun 2 tahun” jawabnya. 
Satu – persatu perahu telah berangkat dan meninggalkan lokasi semula. Dan sekarang giliran perahuku yang harus berangkat. “Bismillahirrohmanirrohim” kata kami serempak. Pak Tono menyuruh kami untu mendayung perahu bersama. Rintangan pertama telah datang. Di depan terdapat beberapa batu besar dengan jalan yang mnjulang kebawah. Pak Tono member aba – aba kepada kami BUM. Semua langsung duduk di bawah dengan dayung diarahkan ke atas. Perahu serasa mental ke atas. Airnya banyak masuk yang ke perahu. Sehingga, baju kami basah semua. Tampak dari kejauhan, terlihat aier terjun yang sangat besar. Di dalamnya terdapat sarang kelelawar. Saat perahu kami melewati di bawah air terjun. Pak Tono mengarahkan perahu persis di bawah air terjun tersebut. Sehingga, kepalaku terasa berat karena terbebani air yang yang gemerojok. Di depan air terjun terlihat beberapa panitia yang sengaja berhenti untuk mengambil gambar. Kelelawar yang banyak hinggap di dalam gua kecil di balik air terjun membuat suara yang bising. Bau yang menyengat juga tercium. Saat kamera menyorot perahuku, kami semua segera menghadap kamera dengan bergaya yang paling keren. Ternyata, kami harus berhenti sejenak di seberang air terjun besar yang baru saja aku lewat untuk berfoto bersama. Saat kutengok ke belakang, alangkah terkejutnya aku karena melihat air terjun yang sangat indah sekali. Baru kali ini aku melihat air terjun seindah ini. Kami harus turun dari perahu dan segera berdiri di atas salah satu batu. Karena, arus sungai di sini sangat keras. Semua kebagian untuk berfoto. Termasuk juga aku dan reguku. Setelah dirasa cukup untuk berfoto, kami harus melanjutkan perjalanan. Batu – batu yang besar membuat perahuku tersangkut di atasnya. Sehingga, membuat kami semua bersusah payah untuk keluar dari atas batu tersebut. Dengan perjuangan yang berat, akhirnya kami terbebas. Pohon – pohon yang menjulang ke tengah sungai membuat kami harus merunduk agar tidak terkena ranting dari pohon tersebut. Di belakang perahuku, terdapat satu perahu yang berhasil menyusul dan mendahuluiperahu kami. Aku yang berada di dekatnya, langsung menyemprotkan air terhadapnya. Mereka juga membalas kea rah kami. Siram – siraman air pun tidak dapat di hindari. Karena perahuku salah arah, maka Pak Tono memerintahkan untuk dayung kiri. Yang mempunyai maksud, orang yang duduk di sebelah kiri harus mendayung.
Semakin ke tengah sungai, semakin besar rintangan yang kami hadapi. Arus semakin besar. Sehingga, kami harus berpegangan erat pada tali yang berada di pinggir perahu. Jangan sampai terpanting keluar dari perahu. Tampak dari kejauhan, banyak orang yang turun dari kapal untuk duduk – duduk dan main air. Ternyata, sekarang kami harus berhenti di tempat peristirahatan pertama. Kami harus turun dari perahu dan berjalan menyebrangi sungai untuk menuju ke pos peristirahatan. Karena arus di sekitar sini tidak terlalu besar, maka aku mencoba untuk berenang di sini. “Wow, airnya seger banget!” kataku seraya berteriak kegirangan. Karena aku memakai pelampung, jadinya aku tidak akan tenggelam. Terdengar suara perutku yang sudah lapar. Aku langsung menghampiri papa yang sedang membawa pisang goreng dan segelas teh jahe hangat. Lalu, ku ambil pisang goreng untuk mengganjal perutku yang lapar. Cuaca yang dingin membuatku untuk segera minum teh jahe yang hangat. Lelucon dari beberapa teman papa membuat suasana semakin hangat dan penuh canda tawa. “Sekarang sudah berada di tengah – tengah perjalanan, yaitu di km ke 6” kata pak pantia. Aku langsung berfikir. Aku tidak percaya bahwa sungai yang barusan aku jelajahi sudah berjalan sejauh 6 km. Padahal rasanya baru sebentar, kami berjalan. Aku pikir, kami masih berjalan sejauh 2 km. Ternyata, dugaanku salah. Waktu beristirahat sudah habis, sekarang saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Satu – persatu perahu telah meninggalkan pos peristirahatan. Sekarang, giliran perahuku. “Berangkat lagi” kataku kepada barisan perahu yang berada di belakang perahuku. Jalan semakin berkelok – kelok. Batu – batu besar semakin banyak. Dan jalan menurun semakin banyak. Sehingga, Pak Tono sering memerintahkan kami untuk BUM. Sementara itu, Pak Tono berusaha keras untuk mengarahkan perahu agar tidak menabrak atau tersangkut lagi di atas batu. Terlihat, sebuah perahu yang berada di depan perahuku tersangkut di beberapa batu. Mereka terlihat kesusahan untuk melepaskan perahu. Perahu panitia segera datang dan menolong perahu yang tersangkut. Mereka berusaha sekuat tenaga. Dan akhirnya perahu mereka terbebas.
Tampak dari kejauhan, semua orang yang berada di atas perahu itu turun. Mereka naik ke daratan. Ternyata, perjalanan rafting sudah di akhiri. 12 km sudah kami jelajahi. Sekarang, kami harus kembali ke base camp Songa atas. Tapi, untuk menuju kesana, harus berjalan di tepi bukit dengan jalan yang menunjak ke atas. Sangat menguras tenaga kami. Setelah 5 menit berjalan ke atas, terlihat beberapa mobil pick up telah parkir. Untuk mengantar kami ke tempat semula. Satu – persatu, naik ke atas mobil dengan keadaan berdiri. Dengan keadaan baju yang basah kuyup, kami harus tetapmelanjutkan perjalanan. Seperti kondisi yang tadi, jalan yang kami lewati sekarang lebih parah lagi. Belum di aspal dan berbatu. Jika tidak berpegangan kuat – kuat, mungkin aku akan terjatuh. Tidak terasa, mobil sudah berada di depan Base Camp Songa atas. Kami segera turun untuk melepas pelampung, helm dan meletakkan dayung di posisi semula. Tidak lupa untuk mengambil baju ganti dan segera ganti baju di kamar mandi. Tidak semudah itu. Kami harus antri untuk masuk ke kamar mandi. Aku harus bergantian dengan papa. Aku akan mandi terlebih dulu. Sedangkan papa, harus menunggu hingga aku selesai mandi karena harus menjaga barang – barang yang tadi aku bawa dari rumah.
Setelah selesai mandi, sekarang giliranku untuk menjaga tas dan kamera. Sedangkan papa mandi. Aku menunggu di depan musholla sambil memakai sepatu. Kali ini, perutku sudah terasa lapar sekali. Terlihat papa sudah selesai mandi. Aku langsung menghampirinya dan segera mengajaknya makan. Teman – teman papa sudah banyak yang makan. Aku langsung mengambil piring dan segera mengambil nasi putih. Tidak lupa aku mengambil lauk pauk yang sudah di sediakan oleh petugas songa atas. Aku mengambil beberapa ikan pari, bakwan , temped an kerupuk. Karena perutku sudah tidak tahan lagi, aku segera mencari tempat duduk. Tidak lupa berdoa sebelum makan dan segera melahap makanan yang berada di tanganku. Karena laparnya, sampai tidak ada yang tersisisa sedikit pun nasi di piringku. Setelah selesai makan, aku langsung mengambil 2 minuman botol fruit tea yang sudah di sediakan oleh panitia. Satu untukku dan satu lagi untuk papa. Di sebelah kantin di dekat tempat penitipan barang terlihat keramaian. Ternyata, di sebelah sana tempat Base Camp Songa atas berjualan kaus bertuliskan Songa Adventure dan ada juga yang bergambar beberapa orang sedang menikmati rafting. Aku jadi tertarik untuk membelinya.
Kemudian papa bertanya kepadaku “kamu mau beli kaus Songa Adventure apa nggak?”. “ Mau pa” aku langsung menjawabnya dengan cepat. Mereka menjual mulai dari ukuran paling kecil yaitu S, hingga ukuran yang paling besar yaitu XXL. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp. 20.000 hingga mencapai Rp.65.000. Aku memilih untuk ukuran badanku dengan ukuran S untuk orang dewasa yang bewarna merah dan hitam. Yang merah untukku, dan yang hitam untuk adikku di rumah. Tidak ketinggalan, papa juga membeli kaus yang bewarna merah dengan ukuran M untuknya. “Harga satu buah kaus berapa pak” tanya papa kepada penjual kaus. “ Harga satu kausnya adalah Rp.60.000 pak” jawabnya. Karena papa beli kaus sebanyak tiga buah, maka papa harus membayar sebesar Rp.180.000. Lalu ia menyodorkan uang sebesar Rp. 200.000. “Ini kembalianya pak, makasih” kata pak penjual sambil memberikan uang kembalianya  kepada papaku.
Kutengok jam tanganku sudah menunjukan pukul 15.00 sore. Sudah banyak orang yang sedang mengemasi barang bawaanya karena harus pulang. Aku langsung memasukkan kaus yang baru saja aku beli kedalam tas yang sedang aku panggul. Sebelum pulang, kami harus berdoa bersama yang dipimpin oleh pak ketua agar tidak terjadi apa – apa di perjalanan nanti. Tidak lupa berfoto bersama di depan Base Camp Songa atas untuk kenang – kenangan. Setelah itu, kami semua segera memasuki bus masing – masing. Seperti biasa, pak ketua harus mengabsen anggotanya agar tidak ada yang tertinggal. Setelah dirasa cukup, bus segera berangkat meninggalkan lokasi dan harus melanjutkan perjalanan pulang.
Di Kota Probolinggo, bus berhenti sebentar untuk memberi kesempatan kepada penumpang untuk membeli oleh – oleh untuk keluarga di rumah. Mereka member waktu kepada kami untuk berbelanja sekitar 30 menit saja. Karena, sekarang sudah sore dan perjalanan masih panjang untuk menuju ke Kota Malang. Warung – warung yang berada di pinggir jalan menyediakan berbagai macam oleh – oleh khas dari beberapa kota. Di antara teman – teman papa, banyak yang membeli tape khas Kota Bondowoso untuk di bawa pulang. Aku juga tidak lupa membeli oleh – oleh untuk mama yang berada di rumah. Aku memilih untuk membeli bolu tape dan tape ketan kesukaan mama. Setelah, semua selesai berbelanja, bus segera melanjutkan perjalanan . Seperti biasa, beberapa orang berkaraoke dengan di iringi lagu dangdut untuk menghibur anggota yang lain. Suasana semakin hangat dengan adanya canda tawa bersama. Karena aku sudah merasa sangat lelah sekali, aku jadi tertidur pulas. Bus terus berjalan tanpa henti. Tiba – tiba, bus berhenti di daerah Tongas di sebuah restoran yang cukup besar. Barangkali ada yang lapar dan masih ingin untuk makan lagi. Karena perutku masih kenyang, jadi aku hanya membeli minum saja. Siapa yang mau ke toilet atau sekedar turun untuk jalan – jalan. Setelah semua telah selesai dengan kegiatan masing – masing, sekarang saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Sampai di Kota Pasuruan, terjadi kemacetan yang cukup panjang. Jalan utama menuju Kota Malang ditutup. Ini di sebabkan karena, akan di gelar pertandingan sepak bola di salah satu stadion di Kota pasuruan. Banyak polisi yang sudah siaga di pinggir jalan untuk mengurangi kemacetan yang panjang. Karena jalan utama ditutup, maka bus memilih jalan yang lain. Tetapi, jalanyalebih jauh dibandingkan dengan jalan utama. Sehingga membutuhkan waktu yang agak lama untuk menempuh perjalanan ini. Kulirik jam tanganku, masih menunjukan pukul 16.45 sore. Saat berhenti di sebuah lampu merah, dari arah yang berlawanan, terlihat sekelompok suporter berangkat untuk menyaksikan pertandingan tersebut. Sehingga, memadati jalan raya untuk arah yang berlawanan. Mereka banyak yang menggunakan sepedah motor. Polisi sengaja menutup jalan utama, agar kelompok suporter segera masuk ke dalam stadion. Sehingga, tidak terlalu memadati jalan raya. Perjalanan di Kota Probolinggo masih jauh. Padahal, sekarang sudah menunjukan pukul 19.20 WIB. Sampai di pertigaan daerah Purwosari, bus satu dan bus dua berbeda arah. Bus satu, lurus untuk menuju ke Kota Malang, sedangkan bus dua atau bus yang dari Surabaya belok kanan karena menuju ke Kota Surabaya.
Hari semakin larut. Perjalanan menuju Kota Malang bisa di bilang lumayan jauh. Kami harus menempuh waktu sekitar dua jam lagi agar sampai di Kota Malang. Karena aku masih sangat merasakan lelah, aku tidur sejenak untuk menghilangkan rasa mengantuk yang masih datang mambayangi diriku. Bangun – bangun, aku melihat, kami sudah sampai di jembatan laying arjosari. Dan sebentar lagi, kami akan sampai. Tepat pada pukul 21.30, kami semua tiba di depan kantor papa di Kebonsari. Semua turun untuk mengambil sepeda motor masing – masing dan langsung pulang menuju ke rumah masing – masing. Banyak yang berpendapat, bahwa pak sopir yang mengemudikan bus kali ini, mengemudikan busnya dengan lancar dan nyaman. Pak sopir bus hanya bisa berterima kasih karena tugasnya berjalan dengan lancar. Aku dan papa pulang ke rumah menggunakan sepeda motor. Membutuhkan waktu sekitar setengah jam atau tiga puluh menit untuk sampai di perumahan Sawojajar. Tepat pukul 22.00 WIB, aku tiba di rumah dengan selamat. “Alhamdulillah” kataku dalam hati. Aku segera ganti baju dan langsung tidur untuk melepas lelah. Sungguh pengalaman yang tidak akan terlupakan dalam hidupku. Ternyata benar yang dikatakan oleh pak panitia yang tadi. Setelah merasakan yang namanya rafting, pasti dia akan terkena penyakit yang namanya KETAGIHAN. “Kapan ya, aku bisa kesana lagi untuk yang ke dua kalinya?” aku terus memikirkan hal itu sampai aku tertidur pulas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar